Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji penggunaan bitcoin sebagai alat
pembayaran. Bitcoin merupakan sebuah uang elektronik yang di buat pada
tahun 2009 oleh Satoshi Nakamoto. Berbeda dengan mata uang fiat
konvensional, bitcoin tidak ada kepengawasan yang dapat mengontrol nilai
karena sifatnya yang desentralisasi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi A Johansyah
mengatakan saat ini pengkajian tengah dilakukan untuk melihat seberapa
efektif penggunaan bitcoin di Indonesia terutama terhadap peredaran mata
uang Rupiah.
"Bitcoin ini nilainya dapat berubah ubah, bisa naik dan turun, yang
dinamikanya sedang diteliti oleh BI. Motif penggunaan bitcoin, lihat
landasan hukum penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran dan berbagai
risiko dalam penggunaan bitcoin tersebut," ujarnya dalam siaran pers,
Jakarta, Rabu (11/12).
Selama ini sebagai regulator peredaran uang atau alat pembayaran yang
ada di Indonesia, BI menilai segala bentuk alat pembayaran baik itu
fisik maupun bersifat e-money harus melalui seizin BI.
Sementara untuk bitcoin ini, Difi mengungkapkan belum ada permintaan
dari pihak manapun untuk menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran.
"Prinsipnya, kalau uang itu kan harus ada back up jaminannya dan juga
harus ada dasar hukumnya untuk melindungi nasabah. Bitcoin ini kan
sifatnya universal, tidak seperti uang yang secara hukum diatur
peredarannya di wilayah tertentu, jadi kalau ada apa-apa harus jelas
penanggung jawabnya dan tentunya pengawasnya juga harus ada," jelas dia.
Menurutnya, masyarakat China dan Korea dulu pernah menggunakan
bitcoin sebagai alat pembayaran. Namun, akhirnya bank sentral kedua
negara tersebut melarang penggunaan bitcoin karena hal itu dinyatakan
bukan uang, dan tidak laik dipakai.
Dari hasil pengkajian sementara, BI telah menemukan dua merchant yang
berada di luar pulau Jawa yang menyediakan layanan penukaran bitcoin.
"Sejauh ini Bank Indonesia baru menemukan dua merchant (di luar Jawa)
yang sudah menawarkan penggunaan bitcoin. Namun BI belum tahu berapa
nilai transaksi bitcoin di Indonesia," tutupnya.
Sebagai informasi, seperti yang dilansir oleh Cnet (5/12), dalam
laporannya terkait Bitcoin, BoA menyebutkan bahwa mata uang digital akan
jadi pemuncak besar dalam hal penyedia layanan transaksi uang secara
virtual. Hal ini dikarenakan makin banyaknya transaksi tanpa tatap muka
dari seluruh orang di berbagai belahan dunia.
"Kami yakin Bitcoin bisa jadi alat pembayaran terbesar untuk
e-commerce dan mungkin akan jadi penantang serius bagi penyedia layanan
pertukaran uang tradisional. Sebagai alat tukar, Bitcoin tentu bisa
berkembang menurut pandangan kami," tulis BoA dalam laporannya tersebut.
Memang, di antara alat pembayaran virtual lainnya, Bitcoin bisa
dibilang sebagai mata uang virtual yang paling terkenal. Sejak hadir
pada 2009, sekarang kurs per BTC 1 sama dengan USD 1000.
Sayangnya, banyak pemerintahan yang masih tidak mengakui kurs satu
ini. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran Bitcoin akan jadi
sarana pencucian uang dari hasil kejahatan.
Memang, Bitcoin menjamin kerahasiaan pemiliknya. Sehingga, uang dari
orang jujur dan jahat pun takkan ketahuan jika disimpan dengan Bitcoin.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar