Laman Telegraph menyebut film besutan sutradara Gareth Evans itu lebih variatif dari segi aksi. Berbeda dengan seri sebelumnya, The Raid, aksi yang dipamerkan tak hanya seni bela diri klasik. Masing-masing pahlawan dalam film The Raid 2: Berandal punya “senjata andalan”.
Julie Estelle
misalnya, punya palu dan cakar. Very Tri Ulisman tampil gahar dengan
tongkat baseball. Perkelahian yang lebih agresif itu juga memicu
perubahan dalam karakter Rama yang diperankan Iko Uwais. Kali ini, ia
lebih ambisius.
Iko ditampilkan bukan
lagi sebagai sekadar anak buah yang lemah. Ia menjadi polisi andalan
yang menyamar untuk menyusup ke kelompok jahat yang dipimpin Arifin
Putra. Nyawa keluarganya juga dipertaruhkan.
Telegraph juga
memuji kontras yang dipamerkan Evans. Setelah penonton diajak tenggelam
dalam pesta di klub malam, mendadak adegan berganti menjadi keheningan
di gang sempit. Dengan begitu, penonton seperti menanti-nanti kapan
kondisi damai itu “dihancurkan” oleh pertumpahan darah.
“Mungkin sedikit berlebihan soal kekerasan, tapi ada keindahan dalam kebrutalan,” tulis Amber Wilkinson, jurnalis Telegraph.
Sedikit berbeda, laman Guardian menulis The Raid 2: Berandal
"lembek” di sekitar 45 menit pertama. Henry Barnes, sang jurnalis
bahkan menyebutnya seperti film yang penuh “hafalan”. Namun, setelah itu
ritme film kembali seperti semula: penuh aksi mendebarkan.
Menurut laman itu, The Raid 2: Berandal
lebih punya plot dari film pertamanya. Namun, alur ceritanya juga lebih
berputar-putar. Barnes juga menilai, film Evans kali ini kurang sesuai
dengan ciri khas The Raid. Sebab, latar yang digunakan lebih banyak di ruang terbuka.
“The Raid khas
karena keterbatasan. Satu polisi dengan sejumlah penjahat di menara
adalah titik jualnya. Bertempur di jalanan terbuka bukan khas The Raid. Film ini juga terlalu lama,” tulisnya.
Meski begitu, Evans tetap
sukses menangkap “seni kekerasan”. Suara dan efek gerak yang
ditampilkan sangat brilian. Meski aksi-aksinya terkesan kejam, namun
sekaligus indah.
The Hollywood Reporter juga memuji unsur laga dalam film The Raid 2: Berandal. Apalagi stamina Iko Uwais yang tak habis-habis meski pertempuran terus terjadi.
Namun, sekali lagi yang
dikritik adalah alur film yang terlalu berbelit-belit. “Film ini tidak
seketat film sebelumnya. Dan lebih berputar-putar sehingga menuntut
konsentrasi,” tulis jurnalis David Rooney.
Ia maklum alurnya lebih
kompleks. Sebab, lebih banyak pula jagoan dalam film itu. Alur rumit
diperlukan untuk menjaga berbagai karakter tetap terhubung dengan lurus.
Hanya saja, kerumitan itu terkadang membuat penonton harus berpikir
beberapa menit untuk menentukan, siapa memerangi siapa.
“Kalau konflik saudara adalah inti kisah The Raid, film The Raid 2: Redemption didominasi oleh kesenjangan antara ayah dan anak,” ungkap Rooney soal film berdurasi 2,5 jam itu.
Ia juga menilai, film itu kurang unik. Bagi Rooney, ada kemiripan antara The Raid 2: Berandal
dengan film-film soal mafia Jepang yang ditampilkan Quentin Tarantino,
Nicholas Winding Refn, atau Takeshi Kitano. Tapi, tetap saja, The Raid 2: Berandal menyuguhkan seni bela diri yang memukau.
Di laman Rotten Tomatoes yang mengumpulkan sekitar 10 ulasan film itu dari berbagai media, disimpulkan bahwa nilai untuk The Raid 2: Berandal adalah 8,3 dari 10. Persentasenya sekitar 91 persen positif. Terbilang cukup tinggi dan membanggakan.[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar