Isu penyadapan oleh pihak asing telah mengkhawatirkan para pengguna
ponsel, khususnya pejabat tinggi negara maupun orang yang memiliki
kedudukan penting dalam sebuah perusahaan.
Meski aturan
penyadapan sangat ketat, hanya boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum
saja, namun nyatanya sekelas presiden pun belum tentu jadi jaminan akan
aman dari penyadapan.
Begitu tersadap, maka semua data dan
komunikasi ponsel bisa diolah pihak penyadap. Bahayanya, jika data
menyangkut hal-hal yang penting dan rahasia. Beberapa waktu lalu, PM
Australia Tony Abbott mengaku tak akan berhenti melakukan aksi spionase
terhadap Indonesia sebagai upaya pertahanan negaranya.
Nah, bila sudah kadung disadap, langkah apa yang bisa ditempuh agar privasi tetap terjaga?
Menurut
Heru Sutadi, pakar IT yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indonesia
ICT Institute, hal yang pertama dan mendasar yang bisa dilakukan adalah
menutup semua saluran informasi dan perangkat komunikasi yang selama ini
dipakai.
"Ganti dengan saluran komunikasi baru, baik ponsel maupun nomor baru," ujar Heru dalam diskusi di Kantor Kemenpora.
Untuk
informasi yang sifatnya rahasia segera amankan dari koneksi jaringan.
"Tutup semua saluran informasi yang bisa mengakses data rahasia itu dari
koneksi ke jaringan baik Intranet maupun Internet," jelas dia.
Pengamanan informasi itu hendaknya dilakukan hingga keamanan informasi dalam negera benar-benar terjamin dan dinyatakan aman.
Bagi
pejabat tinggi negara, sementara waktu diharapkan menghentikan atau
jika perlu menutup semua akun yang terkait dengan jaringan Internet.
"Khususnya aktivitas jejaring sosial seperti Facebook, Twitter maupun
YouTube, e-mail dari domian internasional," jelasnya.
Berbagi tugas
Menurut
Heru, dinas intelijen bersama lembaga terkait juga harus segera
menyiapkan pengkodean atau enkripsi atas pertukaran data yang
berklasifikasi rahasia, serta menyelidiki saluran komunikasi yang diduga
bocor, disadap atau dimata-matai tersebut bersama-sama aparat penegak
hukum.
Bagi para ahli teknologi informasi yang paham mengenai
sistem keamanan informasi, diminta untuk bahu-membahu mengamankan sistem
informasi nasional dari penyadapan, peretasan maupun mata-mata, yang
khususnya dilakukan pihak luar negeri terhadap NKRI.
Bagi
masyarakat, sektor bisnis, usahawan, sekolah dan kampus-kampus, harus
juga bersama-sama menjaga sistem keamanan informasi masing-masing dan
melakukan back up data agar jika terjadi hal-hal tidak diinginkan cepat
dapat dipulihkan.
"Ini saja belum cukup. Agar komprehensif, perlu
dibentuk tim pencari fakta independen untuk menyelidiki lebih dalam,
bagaimana penyadapan terjadi, siapa saja yang terlibat, untuk kemudian
diberikan sanksi sesuai ketentuan dan aturan yang ada," kata mantan
anggota BRTI itu.
Heru juga meminta pemerintah lebih tegas
menghentikan hibah alat sadap telepon dan Internet dari Australia dan
aliansinya. "Sampai ada kejelasan dari mana penyadapan bersumber,"
ujarnya.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar