Kalau pun saat itu Bishop menyatakan penyesalan, menurut dia itu
bukan permintaan maaf. Bahkan, penyesalan yang diutarakan Bishop,
dianggap Hikmahanto bermakna bias. Demikian ungkap Hikmahanto, ketika
dihubungi VIVAnews melalui telepon pada Sabtu, 7 Desember 2013.
"Penyesalan yang dimaksud Bishop ini, menyesal karena apa? Apakah
mereka menyesal setelah menyadap Indonesia? Kan tidak. Mereka hanya
menyesal karena media Australia ramai memberitakan isu ini, sehingga
mempermalukan Presiden SBY dan Bangsa Indonesia," papar Hikmahanto.
Seharusnya, imbuh Hikmahanto, Menlu Marty meminta penjelasan lebih
spesifik mengenai makna penyesalan tersebut. Hikmahanto menyebut,
pertemuan Kamis kemarin baru dikatakan mencapai perkembangan bila
memenuhi tiga hal.
"Satu, ada pernyataan bahwa Dubes Indonesia akan segera kembali
bertugas di posnya di Canberra. Kedua, ada kepastian penghentian
sementara kerjasama di beberapa bidang akan segera dicabut, dan ketiga
ada timeline yang jelas kapan masalah ini akan berakhir," imbuh dia.
Kalau saat ini, ujar Hikmahanto, serba tidak jelas. Kapan hubungan
kedua negara akan kembali harmonis, kata dia, juga tidak diketahui
kapan.
"Sehingga pesan yang coba ingin disampaikan oleh Indonesia serba tidak jelas," tuturnya.
Jadi kapan masalah ini bisa teratasi? Hikmahanto mengaku tidak
dapat memprediksi. Itu semua, ujarnya, tergantung kepada Presiden SBY.
"Bisa jadi masalah ini bergulir sampai tahun depan atau sampai
Presiden yang baru terpilih. Tapi, yang pasti kalau Presidennya ganti,
otomatis kebijakan pun ikut berubah," kata dia.
Hikmahanto lantas menyinggung soal kode etik yang dituntut oleh
Pemerintah Indonesia kepada Australia. Menurut dia, tidak pernah ada
tata kelakuan baik atau protokol antarnegara yang mengatur soal
intelijen.
Kalaupun Indonesia berhasil meminta Australia meneken COC soal itu, maka ini akan menjadi kali pertama di dunia.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar