Minggu, 08 Desember 2013

Bagaimana Hasil Pertemuan Indonesia-Australia?

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan tidak ada perkembangan signifikan dari pertemuan bilateral yang dilakukan Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, dengan Menlu Marty Natalegawa pada Kamis, 5 Desember 2013.
Kalau pun saat itu Bishop menyatakan penyesalan, menurut dia itu bukan permintaan maaf. Bahkan, penyesalan yang diutarakan Bishop, dianggap Hikmahanto bermakna bias. Demikian ungkap Hikmahanto, ketika dihubungi VIVAnews melalui telepon pada Sabtu, 7 Desember 2013. 

"Penyesalan yang dimaksud Bishop ini, menyesal karena apa? Apakah mereka menyesal setelah menyadap Indonesia? Kan tidak. Mereka hanya menyesal karena media Australia ramai memberitakan isu ini, sehingga mempermalukan Presiden SBY dan Bangsa Indonesia," papar Hikmahanto. 

Seharusnya, imbuh Hikmahanto, Menlu Marty meminta penjelasan lebih spesifik mengenai makna penyesalan tersebut. Hikmahanto menyebut, pertemuan Kamis kemarin baru dikatakan mencapai perkembangan bila memenuhi tiga hal. 

"Satu, ada pernyataan bahwa Dubes Indonesia akan segera kembali bertugas di posnya di Canberra. Kedua, ada kepastian penghentian sementara kerjasama di beberapa bidang akan segera dicabut, dan ketiga ada timeline yang jelas kapan masalah ini akan berakhir," imbuh dia. 

Kalau saat ini, ujar Hikmahanto, serba tidak jelas. Kapan hubungan kedua negara akan kembali harmonis, kata dia, juga tidak diketahui kapan. 

"Sehingga pesan yang coba ingin disampaikan oleh Indonesia serba tidak jelas," tuturnya. 

Jadi kapan masalah ini bisa teratasi? Hikmahanto mengaku tidak dapat memprediksi. Itu semua, ujarnya, tergantung kepada Presiden SBY. 

"Bisa jadi masalah ini bergulir sampai tahun depan atau sampai Presiden yang baru terpilih. Tapi, yang pasti kalau Presidennya ganti, otomatis kebijakan pun ikut berubah," kata dia. 

Hikmahanto lantas menyinggung soal kode etik yang dituntut oleh Pemerintah Indonesia kepada Australia. Menurut dia, tidak pernah ada tata kelakuan baik atau protokol antarnegara yang mengatur soal intelijen. 

Kalaupun Indonesia berhasil meminta Australia meneken COC soal itu, maka ini akan menjadi kali pertama di dunia. 

"Aksi tersebut dianggap rahasia kok. Masa penyadapan lantas diatur dalam sebuah tata kelakuan atau COC?" tanya Hikmahanto.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar