Kementerian Pertahanan menjelaskan telah membeli program mata-mata
intelijen FinFisher atau juga dikenal dengan nama FinSpy seharga 5,6
juta dollar AS. Sejumlah kalangan mengkhawatirkan program tersebut bakal
disalahgunakan karena tak ada batasan instansi pemerintah mana saja
yang
berhak memakainya.
FinFisher adalah program pemantau jarak
jauh yang dikembangkan oleh Gamma International asal Inggris. Produk ini
dipasarkan dan dijual eksklusif untuk penegak hukum dan badan intelijen
suatu negara.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal TNI Sisriadi mengatakan, program itu akan digunakan oleh Badan Intelijen Strategis (Bais) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sisriadi
mengklaim, bahwa program yang dibelinya bukanlah alat sadap, melainkan
alat anti-sadap. Pengadaan peralatan intelijen itu digunakan agar proses
pertukaran informasi antara Bais TNI dan kantor-kantor Atase Pertahanan
RI di seluruh dunia dapat berlangsung dengan aman.
Seperti dilaporkan wartawan Kompas.com Aditya Panji, pakar hukum siber Megi Margiyono dari Indonesia Online Advocacy, mengatakan, FinFisher ini adalah program mata-mata (spyware)
yang telah memenuhi standar militer. Ia berpendapat, pemerintah harus
memberi batasan untuk aktivitas apa saja program itu digunakan.
“Ini seperti membeli senjata, tapi tidak jelas mau digunakan untuk apa. Harus ada standar operating procedure soal siapa saja yang boleh menggunakan itu? Lalu siapa target yang akan dimata-matai?” tegas Megi, Rabu (23/10/2013),
Ia
berkisah, di negara Uni Emirat Arab, program ini disalahgunakan oleh
pemerintahnya sendiri. Alih-alih menjaga keamanan, justru FinFisher
digunakan untuk memata-matai aktivis, jurnalis, dan blogger yang kritis terhadap pemerintah.
Menurutnya,
perlu ada perwakilan dari DPR, pakar hukum siber, dan aktivis hak asasi
manusia, yang melakukan audit terhadap teknologi mata-mata FinFisher di
Indonesia. “Jika tak ada audit, potensi penyalahgunaannya besar. Di
Malaysia, program ini digunakan untuk memantau Pemilu,” jelas Megi.
Sebelumnya, lembaga riset The Citizen Lab di Universitas Toronto, Kanada, menemukan keberadaan FinFisher di Indonesia
pada Maret 2013. Program itu terdeteksi pada alamat protokol internet
(IP Address) pelanggan Telkom, Biznet, dan Matrixnet Global.
Pihak Telkom dan Biznet membantah adanya aksi mata-mata di jaringannya.
“Meskipun Telkom dan Biznet membantah, tapi jelas saat kita melakukan testing,
ternyata FinFisher ada di sana. Pertanyaan tentang apakah FinFisher
masih aktif atau digunakan untuk apa, silakan tanyakan kepada penyedia
jasa internet yang bersangkutan,” kata Research Manager The Citizen Lab,
Masashi Crete-Nishitata.
Saat menghadiri Internet Governance
Forum 2013 di Nusa Dua, Bali, Masashi mengatakan bahwa pihaknya sedang
menyiapkan dokumen latar belakang tentang FinFisher di Indonesia.
The
Citizen Lab mencatat, program FinFisher terdeteksi di 25 negara. Selain
Indonesia, ia juga ada di Australia, Bahrain, Banglades, Brunei,
Kanada, Ceko, Estonia, Ethiopia, Jerman, India, Jepang, Latvia,
Malaysia, Meksiko, Mongolia, Belanda, Qatar, Serbia, Singapura,
Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar