Senin, 11 November 2013

5 Alasan agar startup tidak masuk ke industri musik

Untuk menjalankan sebuah aplikasi sosial, sebuah startup hanya perlu membuat sebuah platform, kemudian biarkan pengguna membuat kontennya. Game hanya perlu dibuat sekali dan hanya butuh beberapa kali patch atau update setelahnya. E-commerce butuh investasi yang lebih banyak, tapi
menghasilkan uang dari sektor ini cukup mudah selama produk Anda bagus. Ketiga itu adalah beberapa jenis model bisnis yang diusung oleh startup yang menurut saya lebih realistis daripada musik.
Tapi kenyataan itu tidak menghalangi upaya startup untuk masuk ke industri ini. Dalam beberapa bulan terakhir ini saja, ada beberapa layanan musik yang muncul di Asia Tenggara seperti MUSiiCO dari Indonesia dan Amplify dari Filipina. Meskipun sama-sama mengincar pasar lokal, saya yakin mereka tetap akan kesulitan. Di China juga ada Jing.fm, tapi saya rasa tinggal menunggu waktu sampai mereka menghilang di bawah bayang-bayang Xiami milik Alibaba. Berikut adalah beberapa alasan mengapa semua startup yang saya sebutkan di atas tidak akan sukses, dan mengapa saya menyarankan semua entrepreneur teknologi untuk tidak masuk ke industri musik.
Biaya lisensi awal
Bahkan sebelum Anda mulai, Anda harus membeli hak untuk mendistribusikan koleksi musik Anda terlebih dahulu. Membuat sebuah pemutar musik tidak lagi cukup. Pelanggan sekarang ingin musik streaming, dan jika koleksi musik Anda kurang, bahkan di pasar lokal sekalipun, pengguna tidak akan mau menggunakan layanan Anda. Masalah ini mungkin lebih mudah dihadapi jika fokus Anda adalah musik lokal. Tapi ingat bahwa mencari dan merilis musik terbaru adalah tugas yang tidak ada habisnya, dan Anda tidak bisa berharap musisi akan menghampiri Anda di tahap awal. Jika Anda ingin melakukan ekspansi ke negara lain, Anda harus berurusan dengan hukum yang berbeda.
Persaingan berat dari nama besar
Ada Spotify dan iTunes di barat, Xiami di China, dan lusinan lainnya. Sekarang ini sudah ada paling tidak satu situs yang bisa memenuhi berbagai selera dan kebiasaan pengguna. Ingin musik indie yang baru? Ada Hype Machine. Ingin menjadi DJ virtual? Ada Turntable.fm. Ingin memasang musik yang jelek buatan band tetangga Anda? Ada Soundcloud. Perusahaan besar dengan uang banyak dan punya basis pengguna yang besar seperti Tencent dan Netease dari China dan DeNA dari Jepang sering berusaha masuk ke pasar musik dan tidak pernah berhasil. Bahkan, jika Anda berhasil menemukan pasar yang masih kosong, perusahaan besar bisa dengan mudah meniru dan mengimplementasikan ide Anda.
Monetasinya sulit
Jangan terkecoh dengan popularitasnya: layanan streaming musik kesulitan menghasilkan uang. Spotify tidak pernah menghasilkan keuntungan. Pandora juga selalu merugi dan harus membayar royalti. Xiami beruntung dibeli oleh Alibaba, tapi cara monetisasinya masih belum jelas. Untuk iTunes Apakah orang masih membeli musik dari iTunes? Jika Anda tahu cara untuk menghasilkan uang atau bahkan keuntungan dari industri musik, Anda tidak perlu mengkhawatirkan segala sesuatu yang kami sebutkan di sini.
Pembajakan
Selain pesaing, pembajakan masih menjadi masalah besar di industri musik, terutama di Asia, dimana hak properti intelektual dan hak cipta tidak begitu dilindungi (bahkan mungkin tidak dilindungi sama sekali). Anda mungkin akan dituntut sebagai distributor musik bajakan, bukan sebagai orang yang men-download musik secara ilegal. Jadi, membuat layanan untuk pembajak (misalnya Limewire) mungkin bukan jalur yang aman.
Menjauhlah
Saya tidak ingin mengatakan bahwa distribusi adalah satu-satunya model bisnis yang bisa diterapkan di industri musik. Soundhound, Songkick, dan Nwplyng adalah beberapa contoh aplikasi yang berhubungan dengan musik yang tidak menyediakan layanan untuk mendengarkan musik. Mereka juga mengintegrasikan diri dengan nama-nama besar di atas. Tanpa dana yang besar, sebagian besar startup musik hanya akan menuai kegagalan.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar