Minggu, 03 November 2013

Anonymous Indonesia Klaim Retas 100 Situs Australia

Sekelompok peretas yang menyatakan berkaitan dengan grup Anonymous mengubah tampilan sejumlah laman milik pebisnis Australia pada Minggu, 3 November 2013. Mereka menyatakan diri sebagai Anonymous Indonesia.


Laman-laman yang diretas diubah tampilan wajahnya dengan pesan berisi "Stop Spying on Indonesia" atau berarti "Berhentilah Memata-matai Indonesia". Situs-situs yang diretas sepertinya dipilih secara random, namun mencapai lebih dari 100 situs, seperti dikabarkan mereka melalui sebuah posting di Twitter.

VIVAnews melihat, salah satu situs yang diganti tampilan mukanya adalah firstalertaustralia.com.au. Terlihat gambar mata mengintip dari lubang kunci. Kemudian juga ada nama "xcrotz" sebagai peretas.

Sementara itu, di Filipina, seperti dilaporkan Reuters, kelompok yang menyebut diri Anonymous Filipina meretas sejumlah situs pemerintah dengan pesan mendukung penghapusan "dana gentong babi", yaitu semacam dana bantuan sosial yang bisa dikeluarkan eksekutif dan legislatif.

"Kami minta maaf atas ketidaknyamanan ini, namun ini cara termudah untuk menyampaikan pesan pada Anda, saudara terkasih kami yang lelah dengan kejahatan dan demokrasi palsu ini, lelah dengan pemerintah dan politisi yang hanya memikirkan diri sendiri," begitu pesan mereka.

Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty, terkait dengan isi pemberitaan harian Sydney Morning Herald (SMH) yang menyebutkan gedung kedutaan Australia di Jakarta digunakan untuk kegiatan mata-mata.

Pemberitaan soal adanya pos penyadapan di Gedung Kedubes dan Konsulat Jenderal Australia hanya berselang dari isu serupa yang terdapat di gedung Kedubes AS di Jakarta. SMH menurunkan pemberitaan itu bersumber dari dokumen milik mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Australia (NSA), Edward J. Snowden.

Dalam dokumen itu tertulis, fasilitas penyadapan milik Direktorat Sinyal Pertahanan Australia disebut STATEROOM. Ukuran ruangan di gedung kedutaan itu sangat kecil dan jumlah staf yang mengelolanya juga sangat sedikit.

"Mereka tertutup dan misi sebenarnya juga tidak diketahui oleh staf diplomatik yang bekerja di gedung itu," tulis SMH.

Selain di Gedung Kedubes Australia di Jakarta, fasilitas serupa juga terdapat di Kedutaan di Bangkok, Dili, Hanoi, dan Beijing. Fasilitas serupa juga terdapat di Komisi Tinggi di Kuala Lumpur dan Port Moresby, Papua Nugini.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar