Minggu, 03 November 2013

"Penyadapan Australia, Bola Ada di Tangan SBY"

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, mengatakan sikap akhir Pemerintah Indonesia terkait aksi spionase yang diduga dilakukan Badan Intelijen Amerika Serikat (AS) dan Australia berada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Apakah Presiden akan
menerima penjelasan yang diberikan oleh kedua negara itu?

Dihubungi VIVAnews, 3 November 2013 Hikmahanto memuji respons awal Pemerintah Indonesia dengan mengajukan protes kepada perwakilan kedua negara tersebut. "Indonesia tinggal menunggu tanggapan resmi dari kedua negara. Sekarang bola tinggal dipegang Presiden SBY apakah akan menerima penjelasan dari Pemerintah Australia dan AS atau menolaknya," papar Hikmahanto.

Apabila penjelasan itu diterima, lanjut Hikmahanto, isu penyadapan dianggap selesai sampai di situ. Namun, apabila penjelasan dirasakan tidak memuaskan, Indonesia bisa memanggil pulang dua besar yang bertugas di kedua negara itu. Indonesia juga bisa memperkecil jumlah diplomat yang bertugas di perwakilan kedua negara.

"Kalau mau marah, ya sekalian ikuti langkah yang diambil Pemerintah Jerman dan Brasil. Kedua Pemerintah negara itu kan telah mengungkapkan kemarahannya dengan mengusulkaan ke PBB draf resolusi terkait hak privasi," imbuh pria yang juga dianugerahi gelar Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Apakah Indonesia akan menunjukkan reaksi yang sama seperti Pemerintah Jerman dan Brasil, menurut Hikmahanto, akan jadi perdebatan menarik. Pasalnya, Hikmahanto memperkirakan, keputusan Pemerintah akan dibayang-bayangi dengan ketergantungan Indonesia terhadap AS dan Australia.
"Dan bagaimana kedua negara memainkan posisi tawar mereka terhadap Indonesia," kata dia lagi.

Informasi soal aksi penyadapan Badan Intelijen AS (NSA) dan Australia (DSD) kali pertama diungkap oleh harian Australia, Sydney Morning Herald (SMH) pada pekan ini. Koran itu membuat masing-masing sebuah artikel yang menyebut keduanya membangun pos penyadapan di gedung Kedutaan di Jakarta dan Konsulat Jenderal.
Selain itu, Australia juga diduga memanfaatkan KTT Perubahan Iklim di Bali pada 2007 untuk menyadap Indonesia. Menurut laporan laman Guardian, operasi penyadapan DSD itu dibantu mitra sekutu yakni Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA).

Menurut Hikmahanto, penyadapan dilakukan karena kedua Pemerintah negara ingin mengumpulkan informasi secara ilegal agar dapat mengetahui terlebih dahulu dan mengantisipasi kebijakan yang akan dibuat oleh Pemerintah Indonesia.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar