Minggu, 03 November 2013

Pengamat: Ada 3 Informasi yang Dicari Intel Asing dari Indonesia

Pengamat Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, mengingatkan terbongkarnya aksi penyadapan global oleh badan intelijen Amerika Serikat (NSA) dan Australia (DSD) bukan karena kemampuan Badan Intelijen Nasional (BIN). Terbongkarnya skandal intelijen ini akibat "pengkhianatan" dari
mantan orang dalam NSA sendiri, yaitu Edward J. Snowden.

Di mata Hikmahanto, Snowden tidak hanya berhasil membongkar praktik spionase kedua negara itu terhadap Indonesia, namun juga mengubah pola hubungan antarnegara. 

"Informasi yang dikuak oleh Snowden ini membuka pemikiran bahwa negara-negara lain bahkan yang diklaim sebagai sahabat pun tidak menaruh kepercayaan terhadap Indonesia. Mereka curiga terhadap Pemerintahan kita," kata Hikmahanto saat dihubungi VIVAnews, Minggu 3 November 2013.

Seharusnya, kata pengamat dari Universitas Indonesia itu, Indonesia juga bersikap serupa. Tidak mudah percaya terhadap kebaikan yang ditawarkan oleh pemerintah dari negara-negara lain.

"Jangan-jangan di balik kemudahan mereka membaca arah kebijakan Indonesia itu karena adanya faktor informasi kita yang disadap," kata dia.

Hikmahanto mengaku tidak dapat mengetahui sejauh apa informasi yang berhasil diperoleh kedua badan intelijen itu sejak mendirikan pos spionase di dalam gedung Kedutaan dan Konsulat Jenderal. Namun dia menilai ada tiga jenis informasi yang disadap oleh kedua badan intelijen tersebut.

Ketiga jenis informasi yang dirujuk Hikmahanto yaitu isu yang kini tengah berkembang hangat di Indonesia seperti persiapan pemilu tahun 2014 dan pemberantasan tindak korupsi. Dua, soal kebijakan Pemerintah Indonesia terkait kebijakan regional, contohnya menyangkut kebijakan impor hewan dan daging sapi dari Australia.

Terakhir, soal isu-isu internasional seperti Suriah dan Mesir. Alasan kedua Badan Intelijen tadi ingin mengetahui isu internasional, karena mereka merasa Indonesia sudah turut memiliki andil dalam penyelesaian isu tersebut. 

"Tentunya semua kebijakan ini memiliki dampak terhadap kebijakan AS dan Australia," kata Hikmahanto.

Tujuan aksi spionase itu tak lain karena ingin mendapatkan informasi lebih dulu soal persiapan Pemerintah Indonesia dalam membuat kebijakan terkait isu itu. Dari informasi ini, kedua Pemerintah sudah dapat mengantisipasi arah kebijakan Indonesia, sehingga akan lebih menguntungkan Australia dan AS.
Tuntut Penjelasan
Kini, bagaimana sikap Pemerintah Indonesia dalam menyikapi isu ini terletak di tangan Presiden SBY. Sikap Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, dalam menyampaikan protes kepada perwakilan AS dan Australia dianggap Hikmahanto sudah tepat.

"Kini Pemerintah tinggal menunggu penjelasan resmi dari kedua Pemerintah lalu memilih bersikap terhadap penjelasan itu," kata dia.

Namun, satu yang pasti, aksi spionase dianggap tidak sehat dalam melakukan hubungan internasional karena didasari pada kecurigaan dan ketiadaan rasa saling percaya. Selain itu, penyadapan juga dianggap bertentangan dengan hukum internasional, karena tindakan itu tidak sesuai dengan norma yang diatur dalam Konvensi tentang Hubungan Diplomatik.

Respons Indonesia dalam menanggapi isu ini, ujar Hikmahanto kental dengan bayang-bayang sikap ketergantungan Indonesia terhadap dua negara tadi dan bagaimana kedua negara itu memainkan posisi tawar mereka terhadap Indonesia.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar