Minggu, 03 November 2013

Australia Manfaatkan KTT Bali 2007 untuk Sadap Indonesia?

Aksi spionase badan intelijen Australia, Direktorat Sinyal Pertahanan/DSD, kembali terkuak. Kali ini, harian Inggris, The Guardian, menurunkan laporan bahwa aksi spionase DSD sudah dilakukan sejak penyelenggaraan KTT Perubahan Iklim tahun 2007 di Nusa Dua, Bali.


Menurut laporan laman Guardian itu, operasi penyadapan DSD itu dibantu mitra sekutu yakni Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA). Target operasi penyadapan saat itu yakni mengumpulkan nomor kontak para pejabat tinggi bidang keamanan Indonesia. Namun, setelah menghabiskan begitu banyak upaya, waktu, dan biaya, misi itu dianggap gagal.

Padahal, DSD telah meminta bantuan seorang ahli Bahasa Indonesia untuk ikut di dalam tim memantau dan memindai komunikasi delegasi asal Indonesia. Informasi ini kembali terungkap berkat dokumen yang dimiliki oleh mantan kontraktor NSA, Edward J Snowden.

"Tujuan dari operasi itu yakni memperoleh pemahaman utuh soal struktur jaringan komunikasi Indonesia apabila dibutuhkan dalam keadaan darurat," tulis The Guardian edisi Sabtu 2 November 2013.

Namun hingga acara selesai, DSD hanya berhasil memperoleh kontak Kepala Polisi Provinsi Bali. Informasi ini juga tercatat dalam laporan mingguan yang ditujukan kepada markas NSA di Pine Gap, Australia. Markas di sana, merupakan salah satu markas terbesar di luar negeri yang dimiliki NSA.

Fakta ini dinilai akan membuat hubungan Indonesia dan Australia semakin tegang. Betapa tidak, saat konferensi itu dihelat, mantan Perdana Menteri Kevin Rudd baru terpilih selama 10 hari. Presiden SBY merupakan pemimpin dunia pertama yang mengucapkan selamat kepada Rudd melalui telepon. Kehadiran Rudd di Nusa Dua pun atas undangan Presiden SBY pribadi.

Dalam kesempatan itu, Rudd dianggap berhasil memenangkan hubungan diplomatik bagi pemerintahannya. Pasalnya pada waktu itu, Rudd menegaskan kepedulian Australia terhadap isu perubahan iklim dengan turut meratifikasi secara formal Protokol Kyoto.

Rudd bahkan secara pribadi menyerahkan dokumen yang telah ditandatanganinya itu kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon. Melalui konferensi itu, Rudd juga memberikan sinyal adanya perubahan hubungan diplomatik terhadap kawasan Asia.

Alat sadap di kantor kedutaanSebelumnya, harian Fairfax mengungkap bahwa gedung Kedutaan Australia di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, digunakan sebagai pos penyadapan.

Pemberitaan ini mengundang keprihatinan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Usai menghadiri sebuah konferensi di Perth, Australia, Marty menyatakan Pemerintah Australia telah bersikap tidak adil, jika berita itu benar.

"Apabila Australia sendiri dijadikan target dari aktivitas semacam itu, apakah Anda akan mengartikannya sebagai sikap yang bersahabat atau tidak? Kami sangat prihatin dan ini merupakan sesuatu yang tidak dapat kami terima," ujar Marty.

Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty kemudian dipanggil ke Gedung Kementerian Luar Negeri untuk bertemu dengan Sekretaris Jenderal Kemlu, Budi Bowoleksono.

Namun Moriarty enggan merinci isi pertemuannya dengan Budi. Sikap serupa juga diungkap oleh Perdana Menteri Tony Abbott.

Menurut Abbott apa yang dilakukan oleh Pejabat Australia sudah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. "Setiap badan Pemerintah Australia, baik pejabat di dalam atau luar negeri, beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku dan hal itu bisa saya jamin kepada masyarakat yang ada di dalam atau luar negeri," ujar Abbott.

Sementara terkait aksi organisasi intelijen, lanjut Abbott, sudah menjadi sikap Pemerintah mereka sejak lama untuk tak mengomentarinya di depan publik.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar