Aksi spionase badan intelijen Australia, Direktorat Sinyal Pertahanan/DSD, kembali terkuak. Kali ini, harian Inggris, The Guardian,
menurunkan laporan bahwa aksi spionase DSD sudah dilakukan sejak
penyelenggaraan KTT Perubahan Iklim tahun 2007 di Nusa Dua, Bali.
Menurut laporan laman Guardian
itu, operasi penyadapan DSD itu dibantu mitra sekutu yakni Badan
Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA). Target operasi penyadapan saat
itu yakni mengumpulkan nomor kontak para pejabat tinggi bidang keamanan
Indonesia. Namun, setelah menghabiskan begitu banyak upaya, waktu, dan
biaya, misi itu dianggap gagal.
Padahal, DSD telah meminta
bantuan seorang ahli Bahasa Indonesia untuk ikut di dalam tim memantau
dan memindai komunikasi delegasi asal Indonesia. Informasi ini kembali
terungkap berkat dokumen yang dimiliki oleh mantan kontraktor NSA,
Edward J Snowden.
"Tujuan dari operasi itu yakni memperoleh
pemahaman utuh soal struktur jaringan komunikasi Indonesia apabila
dibutuhkan dalam keadaan darurat," tulis The Guardian edisi Sabtu 2 November 2013.
Namun
hingga acara selesai, DSD hanya berhasil memperoleh kontak Kepala
Polisi Provinsi Bali. Informasi ini juga tercatat dalam laporan mingguan
yang ditujukan kepada markas NSA di Pine Gap, Australia. Markas di
sana, merupakan salah satu markas terbesar di luar negeri yang dimiliki
NSA.
Fakta ini dinilai akan membuat hubungan Indonesia dan
Australia semakin tegang. Betapa tidak, saat konferensi itu dihelat,
mantan Perdana Menteri Kevin Rudd baru terpilih selama 10 hari. Presiden
SBY merupakan pemimpin dunia pertama yang mengucapkan selamat kepada
Rudd melalui telepon. Kehadiran Rudd di Nusa Dua pun atas undangan
Presiden SBY pribadi.
Dalam kesempatan itu, Rudd dianggap
berhasil memenangkan hubungan diplomatik bagi pemerintahannya. Pasalnya
pada waktu itu, Rudd menegaskan kepedulian Australia terhadap isu
perubahan iklim dengan turut meratifikasi secara formal Protokol Kyoto.
Rudd
bahkan secara pribadi menyerahkan dokumen yang telah ditandatanganinya
itu kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban
Ki-moon. Melalui konferensi itu, Rudd juga memberikan sinyal adanya
perubahan hubungan diplomatik terhadap kawasan Asia.
Alat sadap di kantor kedutaanSebelumnya, harian Fairfax mengungkap bahwa gedung Kedutaan Australia di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, digunakan sebagai pos penyadapan.
Pemberitaan
ini mengundang keprihatinan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Usai
menghadiri sebuah konferensi di Perth, Australia, Marty menyatakan
Pemerintah Australia telah bersikap tidak adil, jika berita itu benar.
"Apabila
Australia sendiri dijadikan target dari aktivitas semacam itu, apakah
Anda akan mengartikannya sebagai sikap yang bersahabat atau tidak? Kami
sangat prihatin dan ini merupakan sesuatu yang tidak dapat kami terima,"
ujar Marty.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty
kemudian dipanggil ke Gedung Kementerian Luar Negeri untuk bertemu
dengan Sekretaris Jenderal Kemlu, Budi Bowoleksono.
Namun Moriarty enggan merinci isi pertemuannya dengan Budi. Sikap serupa juga diungkap oleh Perdana Menteri Tony Abbott.
Menurut
Abbott apa yang dilakukan oleh Pejabat Australia sudah sesuai dengan
koridor hukum yang berlaku. "Setiap badan Pemerintah Australia, baik
pejabat di dalam atau luar negeri, beroperasi sesuai dengan hukum yang
berlaku dan hal itu bisa saya jamin kepada masyarakat yang ada di dalam
atau luar negeri," ujar Abbott.
Sementara terkait aksi
organisasi intelijen, lanjut Abbott, sudah menjadi sikap Pemerintah
mereka sejak lama untuk tak mengomentarinya di depan publik.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar