Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Jumat 29 November 2013,
menyatakan penambahan kapal selam sangat penting dalam modernisasi alat
utama sistem persenjataan (alutsista) negara. Jika Indonesia memiliki
armada kapal selam lengkap, Purnomo yakin pertahanan negara akan lebih
kuat sehingga Indonesia tidak mudah disadap pihak asing.
“TNI
Angkatan Laut mengatakan, kalau RI punya kapal selam 10-15 buah, kita
tidak akan disadap lagi,” kata Purnomo dalam diskusi panel bertajuk
‘Membangun Kemampuan Kekuatan Pertahanan Berkelanjutan’ yang
diselenggarakan oleh Forum Pemred di Jakarta.
Menurut Purnomo,
pembangunan sistem pertahanan merupakan bagian dari harga diri bangsa.
“Bangsa yang kuat adalah bangsa yang kuat pertahanannya,” ujar dia.
Namun
dinamika politik bisa mengancam proses pembangunan alutsista yang telah
dipersiapkan dan tengah dilakukan. “Kalau presidennya tidak mengerti
militer, bisa saja program tidak berlanjut. Jadi komitmennya harus
kuat,” kata Purnomo.
Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, dalam
forum yang sama mengatakan TNI Angkatan Laut masih lemah dalam menjaga
pertahanan laut di negeri ini. Oleh sebab itu perlu diperkuat dengan
pembangunan alutsista berupa armada kapal selam yang lengkap.
Sebelumnya,
terungkap Indonesia menjadi target penyadapan Australia dan Amerika
Serikat. Badan Intelijen Australia (DSD) menyadap ponsel Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi RI pada Agustus 2009.
Motif Penyadapan
Mantan
Duta Besar RI untuk Rusia, Hamid Awaluddin, menduga penyadapan oleh
Australia untuk membidik rencana RI membeli kapal selam Rusia. Pasalnya,
tarik-ulur atau negosiasi seputar jadi-tidaknya Indonesia membeli kapal
selam Rusia terjadi pada Agustus 2009.
“Teknologi kapal selam
yang saat itu hendak dibeli Indonesia dari Rusia sungguh dahsyat. RI
berencana membeli dua kapal selam. Kalau jadi, (Australia) tentu takut
sama kita,” kata Hamid kepada VIVAnews beberapa waktu lalu.
Sejumlah
pejabat RI yang ketika itu disadap oleh Australia, diyakini Hamid ada
kaitannya dengan rencana pembelian kapal selam Rusia itu. “Sofyan Djalil
saat itu Menteri Negara BUMN, Sri Mulyani Indrawati saat itu Menteri
Koordinator Perekonomian. Mereka terkait dengan aspek ekonomi negosiasi
itu (kapal selam), yakni pembiayaan. Ada anggarannya atau tidak,” kata
Hamid.
Penyadapan terhadap Sofyan Djalil juga terkait dengan dana
BUMN untuk membangun dermaga kapal selam tersebut. Sementara Dino Patti
Djalal yang juga disadap ketika itu merupakan Juru Bicara Presiden
Bidang Luar Negeri. Komunikasi-komunikasi dari pihak asing sangat
mungkin masuk melalui Dino.
Pada akhirnya, kata Hamid, Indonesia
batal membeli kapal selam Rusia karena alasan keterbatasan biaya. RI
akhirnya lebih memilih membeli kapal selam Korea Selatan.
Rusia
pada tahun 2012 memiliki 60 kapal selam bertenaga nuklir dengan
teknologi canggih. Meskipun pembelian kapal selam dari Rusia batal
dilakukan pada tahun 2009 itu, kini Rusia kembali menawarkan 10 unit
kapal selamnya kepada Indonesia.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar