Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengkhawatirkan
tingginya pertumbuhan WiFi di Indonesia malah kontradiktif dengan
perluasan akses internet di Indonesia.
Ribuan bahkan jutaan WiFi yang digelar di seluruh wilayah terbuka dan
indoor akan menjadikan
ruang pita frekuensi 2,4 GHz dan 5,8 GHz yg
digratiskan oleh pemerintah dapat menjadi crowded sehingga menimbulkan
gangguan yang serius.
Jaringan radio penghubung antara puluhan ISP ke ribuan pelanggan
masing-masing ISP akan saling silang di udara, bertubrukan dengan
radio-link antar titik (backhaul) P2MP (point to multi-point) milik
banyak penyelenggara.
Menurut anggota BRTI Nonot Harsono, situasi akan bertambah rumit lagi
setelah operator besar mencanangkan akan menggelar jutaan WiFi untuk
outdoor access dan indoor access. "Vendor dan negara asal WiFi yang akan
senang sedang Indonesia akan menuai kekacauan," keluhnya kepada
merdeka.com, Senin (11/11).
Menurut dia, perangkat WiFi yang beredar di pasaran memiliki rentang
frekuensi kerja yang amat lebar, dari frekuensi radio di bawah 2 GHz
hingga di atas 6 GHz. Maka pada saat dijumpai bahwa pita 2,4 GHz sudah
crowded, maka bisa saja ada godaan untuk melakukan adjusment menggeser
frekuensi kerjanya ke sekitar 2,4GHz. Maka pita 2,3 GHz, 2,1 GHz, dan
pita-pita lain akan menjadi terpakai sehingga akan mengganggu para
pengguna pita yang lain tersebut.
Belum lagi sinyal radio liar yang timbul dari menurunnya kualitas
konektor dan antena akibat cuaca. Konektor dan material antena yang
termakan cuaca dapat menjadi titik pembangkit frekuensi liar yang
tersebar ke sekitarnya.
"Maka bila ada ribuan bahkan jutaan WiFi digelar di seluruh taman
kota, instansi-instansi, cafe-cafe, hotel-hotel, kantor-kantor,
mall-mall, dst, betapa banyaknya sumber interferensi yang dibuat oleh
kita sendiri," tuturnya.
Maka, lanjutnya, program off loading dengan menggelar jutaan WiFi
oleh para operator besar hendaknya dipertimbangkan ulang. Tidak mungkin
diperoleh kecepatan akses internet yang layak apabila akses wireless
terganggu oleh interference. Sistem akan secara otomatis menurunkan
kecepatan karena bit-error-rate (BER) akan meningkat tajam bila ada
interference.
Menurut Nonot, lebih baik memaksimalkan penggunaan pita 2,3 GHz yang
sifatnya eksklusif, tidak seperti 2,4 yang semua orang bisa menggunakan.
Kolaborasi antara operator seluler dengan para pemegang lisensi 2,3
GHz akan jauh lebih baik dan menjamin kecepatan akses yang lebih pasti,
sehingga rencana Off-Loading trafik seluler mobile ke fiixed-nomadic
menjadi akan terlaksana dengan baik.
"Interference dari WiFi ini adalah masalah besar bagi para operator
dan para pengguna/masyarakat Indonesia. Hanya vendor yang akan berpesta
dan bahagia krn volume penjualan akan naik drastis. Potensi suasana
rumit ini tampak pula dari banyaknya seminar tentang WiFi small-cell,
sedangkan backhaul WiFi yang juga ribuan belum ada yang membahasnya,"
ujarnya.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar