Wilayah Amerika bagian utara dalam beberapa hari terakhir dilanda salju
dan temperatur super dingin, mencapai 50 derajat Celcius di bawah nol.
Menanggapi
cuara ekstrem itu, ahli dari Weather Underground, Dr. Jeff Masters; dan
profesor riset Institute of Marine and Coastal Sciences Rutgers
University, Dr. Jennifer Francis, berpendapat kemungkinan cuaca itu
diakibatkan pemanasan global.
Dilansir Weather, Selasa 7 Januari 2014, keduanya menduga suhu ekstrem itu diakibatkan dari perubahan jet stream. Jet Stream merupakan arus cepat angin bertekanan tinggi yang membatasi udara dingin Kutub Utara dan udara hangat pada bagian tropis.
"Jet stream memainkan peran utama pada pola perubahan cuaca dan suhu ekstrem yang melanda AS," ungkap peneliti.
Dalam beberapa tahun terakhir, pergerakan jet stream telah berubah signifikan dan membawa "cambukan" cuaca aneh dibandingkan pola-pola cuaca masa lalu.
Dalam
beberapa tahun terakhir, peneliti Francis telah menyoroti penurunan
dramatis tingkat laut es Kutub Utara selama 30 tahun terakhir. Penurunan
dramatis ini diduga karena jet stream yang semakin aneh.
Nah, ilmuwan menduga perubahan dramatis di wilayah kutub itu karena
pencarian es di Kutub Utara. Ini membuat kutub mengalami pemanasan yang
lebih tinggi dari seluruh belahan Bumi bagian utara.
"Karena
penyusutan es laut, sinar matahari yang seharusnya dipantulkan kembali
ke angkasa oleh es malah diserap laut, yang kemudian makin memanas dan
mencairkan es lebih banyak," papar Francis, dalam artikel terbitan Maret
2012 di Yale360.
Selanjutnya, tambah dia, panas ekstra itu
masuk ke hamparan luas air terbuka yang dulunya tertutupi es. "Panas
ekstra itu kemudian dilepaskan ke atmosfer pada musim gugur," ujar dia.
Sayangnya,
panas ekstra yang disimpan di atmosfer malah mempengaruhi pada cuaca
lokal maupun skala besar. Mengingat Kutub Utara memanas begitu cepat,
perbedaan suhu antara kutub dan garis lintang menyempit.
Perbedaan itu mendorong apa yang disebut peneliti jet stream. Saat suhu menurun, jet stream melambat dan makin bergelombang pada arus utara-selatan dari arus biasanya timur-barat.
Gelombang itu bahkan dapat terjebak dalam pola yang berlangsung lebih lama daripada pola yang terjadi beberapa tahun silam.
Saat kondisi itu terjadi, gelombang jet stream
melambat dan membesar akibat pengerasan Kutub Utara. Gelombang ini lalu
bergerak ke timur lebih lambat, sehingga cuaca terkait gelombang ini
dapat bertahan lebih lama.
Diperdebatkan
Namun
demikian, tak semua ilmuwan sepakat dengan hubungan pemanasan global
jangka panjang, penipisan lautan es Kutub Utara, juga peristiwa cuaca
ekstrem AS akhir pekan kemarin.
Argumennya, hubungan cuaca pada
lintang yang lebih rendah dengan apa yang terjadi pada Kutub Utara itu
tergolong masih sangat baru. Untuk itu, ilmuwan masih belum sepakat
apakah ada keterkaitan antara keduanya.
Pada Agustus lalu,
penelitian yang diterbitkan Elizabeth Barnes dari Colorado State
University mempertanyakan penelitian Francis. Sementara bulan September
mendatang, National Academy of Science akan mengundang puluhan ilmuwan
iklim seluruh dunia untuk membahas topik ini.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar