Senin, 23 Juni 2014

Mengkaji Wacana Buy Back Saham Indosat

Ihwal penjualan saham Indosat kembali mengemuka. Adalah Capres Joko Widodo yang mengumbar janji akan membeli kembali (buy back) saham PT Indosat Tbk yang pernah dijual di masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Tanggapan pun beragam.

Meski ini baru sekadar usulan, namun pengamat menilai langkah itu harus dipertimbangkan baik-baik dan hati-hati agar pemerintah tidak keliru mengambil keputusan.
Sebagaimana diketahui, saat ini saham pemerintah RI di Indosat 14,29 persen, sedangkan saham mayoritas 65 persen dimiliki oleh Ooredo Asia Pte. Ltd. –perusahaan telekomunikasi asal Qatar. Sisa saham Indosat 5,42 persen dimiliki oleh Skagen AS dan 15,29 persen lainnya milik publik.

Dalam sesi pendalaman debat capres tahap ketiga bertema politik internasional dan ketahanan nasional yang digelar di Hotel Holiday Inn, Jakarta, Minggu malam 22 Juni 2014, Joko ditanya oleh Prabowo Subianto yang merupakan rivalnya dalam kompetisi Pemilihan Presiden tahun ini mengenai penjualan perusahaan telekomunikasi itu.

"Bapak Joko Widodo sering bicara soal drone yang strategis dalam pertahanan kita. Bicara soal drone, tidak terlepas dari satelit. Masalahnya, waktu pemerintahan dipimpin Ibu Mega, Indonesia justru menjual perusahaan yang sangat strategis, yaitu Indosat, yang memiliki satelit," kata Prabowo.

Menanggapi pertanyaan itu, Joko mengatakan kebijakan Pemerintahan Megawati menjual Indosat sebagai perusahaan strategis karena ketika itu kondisi ekonomi nasional belum stabil. "Tahun 1998 itu krisis berat. Pada saat Ibu Mega menjadi presiden, ekonomi masih belum baik," kata mantan wali kota Solo itu berdalih.

Ia menyatakan, jual-beli saham adalah hal biasa. Meski demikian, Joko Widodo mengakui perlunya Indonesia membeli kembali Indosat di masa depan.

"Untuk hal-hal strategis ke depan, Indosat harus jadi incaran kita. Indosat harus kita beli kembali, tapi tentu saja dengan harga wajar. Jangan sampai kita beli dengan harga tak wajar," ujar gubernur DKI Jakarta nonaktif itu.
Tiga Aspek
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, memilih tidak berkomentar saat ditanya mengenai wacana buy back saham Indosat ini.
"No comment," ujar Dahlan  di Jakarta, Senin 23 Juni 2014.

Menurut Dahlan, Indosat kini bukan bagian BUMN lagi. Namun, jika pembelian kembali saham Indosat itu tetap ingin dilaksanakan, itu merupakan keputusan pemerintahan mendatang.

"Itu sudah tidak lagi menjadi BUMN. Terserah pemerintah," kata dia.
Pengamat BUMN, Said Didu, Senin 23 Juni 2014, menyatakan butuh kajian mendalam untuk membeli kembali saham Indosat.

Menurut Said, ada tiga aspek yang harus dikaji untuk mengambil keputusan buy back Indosat. Pertama, aspek strategis pertahanan. Kedua, aspek ekonomi. Ketiga, aspek efektifitas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dari aspek strategis, yang perlu dikaji adalah apakah Indosat saat ini masih memiliki nilai dan keistimewaan strategis di saat satelit dan jaringan komunikasi sudah juga dikuasai oleh operator lain seperti Telkom.

Sementara menilik aspek ekonomi atau finansial, apakah Indosat memiliki prospek ekonomi yg memang akan menguntungkan jika dibeli, dibandingkan mengembangkan Telkom atau membeli saham Singtel di Telkomsel?

Adapun dari aspek penggunaan APBN, apakah lebih penting menggunakan APBN untuk beli Indosat atau menggunakan untuk infrastruktur, rumah sakit, pembangkit listrik atau lainnya?

"Artinya ide buy back Indosat harus betul-betuk dikaji secara obyektif agar mendapatkan benefit terbaik bagi negara, bukan lagi sekedar gengsi politik. Karena value Indosat saat ini tidak lagi sestrategis saat dijual dulu," ujar Said dalam keterangan terulis.

Ketua Masyarakat Telematika (Mastel), Setyanto, memahami wacana pembelian kembali saham Indosat yang disampaikan oleh salah satu pasangan calon presiden.

Menurut Setyanto, pembelian kembali operator telekomunikasi itu akan bermanfaat secara politis dan ekonomis namun dengan beberapa syarat tertentu.
"Jika memungkinkan, keputusan buy back itu bagus. Ini sebagai salah satu alternatif agar tidak menyimpan bom waktu," ujar Setyanto kepada VIVAnews, Senin 23 Juni 2014.

Secara politis, kata Setryanto, kepemilikan Indosat yang saat ini didominasi asing, akan menjadi 'peluru serangan' kepada pemerintah di waktu lain. "Itu akan diutak-atik lagi di lain waktu. Dulu Amien Rais, sekarang Prabowo," kata Setyanto.

Sedangkan dilihat dari perspektif ekonomis, ia menambahkan, pembelian kembali saham Indosat akan memperkuat posisi operator telekomunikasi di Indonesia. Sebab, selama ini operator lebih banyak dimiliki asing.

Sayangnya, kinerja Indosat saat ini dinilai tidak terlalu bagus. Oleh karena itu ada beberapa strategi yang harus dilakukan pemerintah untuk membeli kembali saham Indosat. Tentunya tergantung pada perkembangan harga saham perusahaan saat ini dan kemampuan keuangan negara.

"Kalau sekarang kan kinerja perusahaan (Indosat) sedang turun. Kalau beli saham banyak kan harus diskon. Harusnya juga lihat harga saham sekarang," kata Setyanto.

Jika ingin membeli saham Indosat dalam waktu dekat, kata dia, pemerintah jangan membeli dengan standar harga saham yang sama saat pemilik Indosat saat ini membeli saham Indosat beberapa tahun yang lalu.

"Jangan seperti Ooredoo dan Qatar, yang kondisi perusahaannya masih bagus. Kalau sekarang kan kinerja nggak bagus," terangnya.

Setyanto mengatakan kinerja Indosat tidak memuaskan saat ini karena Ooredoo tak memberikan keleluasaan bagi manajemen Indosat untuk berkembang.

"Jadi sekarang penghasilan perusahaan agak tersendat," ujarnya.

Kemauan Politik

Terlepas dari besaran nilai saham yang akan dibeli kembali, menurut Setyanto, yang terpenting harus ada kemauan politik dari pemerintah Indonesia nanti.

"Political will itu penting. Kemarin itu Jokowi bilang akan ambil alih, ini agar tidak tinggalkan bom waktu, kalau nggak nanti diutak-atik lagi," katanya.

Dikutip dari keterbukaan Informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) Maret 2014, Indosat membukukan kerugian sebesar Rp2,78 triliun tahun 2013 lalu. Angka ini anjlok sekitar 841,7 persen dibanding tahun sebelumnya yang sempat meraih keuntungan Rp375,1 miliar.

Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA) pun mengalami penurunan 1,6 persen dari Rp10,54 miliar menjadi Rp10,37 miliar. Margin EBITDA pun merosot dari 47 persen menjadi 43,5 persen.

Posisi utang Indosat di 2013 mencapai Rp21,98 triliun. Bertambah 8,8 persen dari tahun sebelumnya yang hanya Rp23,93 triliun karena belanja modal alias capital expenditure (capex) meningkat tajam 67 persen.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar