Pemerintah Indonesia dan Turki sepakat menjalin kerja sama dalam
pembuatan tank. Kesepakatan itu diikat dalam nota kesepahaman (MoU) yang
ditandatangani di sela kegiatan Pameran Industri Pertahanan
Internasional (IDEF) ke-11 di Istanbul, Turki, pada Mei lalu.
Salah
satu poin yang tertuang di dalam MoU itu adalah pemerintah kedua negara
akan mendesain satu prototipe tank terlebih dahulu. “Saat ini proses
pengerjaan baru sebatas pembuatan protipe tank. Setelah desain tank
selesai dibuat, maka rencananya akan diproduksi massal dan digunakan
bagi milter di kedua negara,” ujar Duta Besar Turki untuk Indonesia
Zekeriya Akcam kepada VIVAnews, 29 Oktober 2013, di Hotel Shangri-La dalam perayaan Hari Nasional ke-90 Turki.
Zekeriya
berharap prototipe tank akan selesai dibuat setelah Turki menggelar
pemilu tahun depan. “Desain tank akan diungkap ke publik setelah Turki
selesai menggelar pemilu pada Juli 2014. Kebetulan Indonesia dan Turki
sama-sama akan menggelar Pemilu Presiden di waktu yang sama,” kata
Zekeriya.
Pembuatan tank ini rencananya akan melibatkan dua
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) RI, yakni PT Pindad dan PT LEN. Salah
satu perusahaan asal Turki, ASELSAN, merupakan mitra dari PT LEN yang
sudah memiliki pengalaman memproduksi peralatan di bidang pertahanan dan
keamanan. Sementara dari pihak Turki, proyek ini akan ditangani oleh
FNSS Defense System.
Tanam investasi
Zekeriya
juga mengatakan, dua perusahaan besar Turki akan menanamkan investasi
di Indonesia. Perusahaan itu bergerak di bidang pengeboran dan
pertambangan, serta produksi mesin pendingin dan mesin cuci.
“Mereka
telah melakukan survei selama hampir empat tahun untuk menentukan
tempat investasi. Untuk perusahaan pertambangan dan pengeboran dari
Turki, mereka baru memperoleh izin di Agustus lalu,” kata Zekeriya.
Perusahaan itu akan mulai melakukan pengeboran di Pulau Sumatera.
Sementara
untuk perusahaan produsen mesin pendingin dan mesin cuci dari Turki,
sudah siap memproduksi produknya karena telah menemukan mitra lokal.
Namun,
ujar Zekeriya, lebih banyak perusahaan Turki yang lebih memilih untuk
melakukan hubungan dagang di Indonesia ketimbang berinvestasi.
Penyebabnya adalah nilai tukar mata uang yang tak stabil dan birokrasi
yang rumit. “Terlalu banyak perjuangan dan birokrasi untuk bisa
memperoleh izin usaha di Indonesia,” kata dia.
Dalam neraca
perdagangan, Indonesia masih mengalami defisit dari Turki pada tahun
2012. Zekeriya mengatakan nilai perdagangan dari Indonesia ke Turki
mencapai US$1,5 miliar, sedangkan dari Turki ke Indonesia mencapai
US$250 miliar.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar