Teknologi pengindraan jauh (remote sensing) terus berkembang.
Jika pada 1987 teknologi pemetaan wilayah ini hanya mampu menjangkau
radius 30 meter secara akurat, kini seiring berkembangnya teknologi,
keakuratan peta sudah mencapai 0,5 meter.
Penggunaannya pun meluas. Pada masa-masa awal, remote sensing
digunakan sebatas untuk mengamati cuaca. Penggunaannya kemudian meluas
ke ranah militer sebagai satelit mata-mata dalam menentukan peta
wilayah. Kini, remote sensing telah dimanfaatkan oleh masyarakat sipil.
Misalnya,
peta melalui citra satelit ini sudah bisa dimanfaatkan untuk bidang
kesejahteraan masyarakat, di antaranya pengembangan sektor pertanian dan
kelautan oleh nelayan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri
Riset dan Teknologi, Gusti Muhammad Hatta, di sela acara ARCS Bridging
Sustainable Asia, Selasa 22 Oktober 2013.
"Sekarang, kami bisa
membantu nelayan untuk menentukan keberadaan ikan. Kalau dulu melaut
jauh sampai ke tengah, belum tentu ada ikannya. Dengan citra satelit,
koordinat ikan bisa ditentukan lebih akurat. Ini akan membantu para
nelayan," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut akan disampaikan
pengembangan-pengembangan teknologi di negara-negara Asia. Indonesia
sendiri saat ini sudah memiliki dua stasiun remote sensing, yakni di Pare-pare dan Rumpin, Bandung. Penggunaannya pun dinilai Gusti Muhammad Hatta sudah efektif.
Evakuasi
Selain itu, keberadaan remote sensing
dikatakannya sangat penting dalam melakukan evakuasi bencana. "Seperti
Jepang yang sering dilanda tsunami. Saya kira teknologi satelit ini
perlu diadopsi," imbuhnya.
Sementara itu, Indonesia, saat ini
memiliki teknik evakuasi vertikal dan horizontal. Itu untuk mengurangi
kecelakaan, sehingga jumlah korbannya bisa diminimalisasi.
Kepala
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Bambang S
Tejasukmana, mengatakan, hasil dari pemetaan satelit itu pun bisa
dimanfaatkan oleh kalangan instansi pemerintah daerah yang ada.
Dari
dua stasiun itu dibangun bank data yang bisa diakses oleh pemda. "Kami
membangun bank data. Untuk itu, kalau ada yang butuh bisa langsung
mengakses bank data itu," katanya.
Namun, kesulitan utama di Indonesia adalah keberadaan awan. Untuk itu, data remote sensing harus sering direkam.
Indonesia akan kembali meluncurkan dua buah satelit remote sensing
dari India. Rencananya, peluncuran satelit LAPAN A2 akan digelar pada
April-Mei 2014. "Tapi, terkendala India yang terus mengundur
programnya," ujar Bambang.
Dipilihnya India, karena bisa
memberikan ongkos yang lebih murah dalam peluncuran. "Sekarang itu,
peluncurannya US$300 ribu untuk setiap satelit. Harga dihitung per
kilogram. Totalnya sekitar US$600 ribu (Rp6,77 miliar)" ujarnya.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar