Ketua DPP Bidang Pertahanan dan Hubungan Internasional PDI Perjuangan
Andreas Hugo Pareira menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terlalu
naif dalam menanggapi kasus penyadapan yang dilakukan Dinas Intelijen
Australia.
Menurut Andreas, dalam keterangan pers, Rabu 20
November 2013, seharusnya pemerintah bersikap preventif dan tidak utopis
melihat hubungan antar negara.
"Jangan ada anggapan, apabila
sudah menjadi negara sahabat, maka seolah-olah operasi intelijen
termasuk tindakan sadap-menyadap tidak ada lagi. Kalau beranggapan
demikian, Pemerintah RI dan Menlu RI terlalu naif," katanya.
Anggapan seperti itu, kata Andreas, adalah akibat dari jargon politik luar negeri SBY yakni, thousand friends zero enemy
(ribuan teman tanpa musuh), yang sesungguhnya naif utopis. "Padahal
jargon demikian tinggal jargon, praktiknya berbeda sama sekali."
Mendukung
sikap SBY terhadap penyadapan Australia kepada Indonesia, kata dia,
sama saja mendukung kebodohan Pemerintahan SBY. Menurutnya, sikap
demikian adalah nasionalis utopis yang membela kenaifan SBY.
"Seharusnya,
Pemerintah SBY lebih realistis dan menyadari, karakter hubungan
internasional secara universal memang lebih realis ketimbang
idealis-utopis," kata doktor ilmu politik internasional dari Universitas
Giessen, Jerman.
Politik luar negeri dan politik
pertahanan-keamanan memang seharusnya mengedepankan prinsip realisme
politik berbasis kepentingan nasional yaitu, suatu negara melakukan apa
pun demi membela kepentingan nasional. Ini prinsip yang tak bisa
ditawar.
"Realisme berbasis kepentingan nasional dipraktikkan
semua negara dengan pemimpin rasional. Dari dulu sampai sekarang tetap
demikian dan tidak akan pernah berubah," katanya.
Kasus
penyadapan ini, menurutnya, menyadarkan pemerintahan SBY dan jajaran
diplomasinya untuk lebih realistis terhadap hubungan internasional
modern, ketimbang mengedepankan politik luar negeri thousand friend zero enemy yang lips service belaka.
Andreas
mencontohkan, belum lama ini terbongkar, NSA Amerika menyadap
pembicaraan 35 kepala negara di dunia. Nomor kepala negara diketahui,
setelah terlebih dahulu menyadap pejabat di bawahnya.
Itulah yang
dibongkar Edward Snowden, yang kini mendapat suaka di Rusia. Laporan
Snowden menyebutkan, NSA memantau 200 nomor, 35 di antaranya adalah
milik kepala negara. Negara-negara sahabat Amerika ribut, termasuk
Jerman.
Kanselir Jerman Angelina Merkel, marah, karena nomornya
ada dalam daftar yang disadap NSA. Kendati Sekretaris Pers Gedung Putih
membantah, Amerika tidak memantau dan tidak akan memonitor komunikasi
Kanselir Jerman, tidak meredakan kemarahan Jerman.
Bukan hanya
ribut soal penyadapan antara Amerika dan Negara-negara Uni Eropa, antara
Amerikat Serikat dan Israel, masih terjadi saling sadap. Amerika pernah
mengeluhkan praktik Mossad (Dinas Rahasia Israel) yang malah beroperasi
di wilayah Amerika.
"Amerika Serikat pernah marah besar kepada
Israel, karena peristiwa bom yang menewaskan 299 marinir Israel di
Libanon (23 Oktober 1983), sebetulnya sudah dicurigai Mossad akan ada
tindakan teror, tapi tidak dilaporkan kepada Amerika," tuturnya.
"Maka
jelas, SBY sungguh naif dalam merespon praktik intelijen di Indonesia.
Lebih berguna memikirkan pencegahan ketimbang komentar tak berguna,"
katanya lagi.
Presiden SBY terang-terangan menyatakan, Australia
menjadi penyebab rusaknya hubungan antara negara itu dengan Indonesia.
"Tindakan (penyadapan oleh) Amerika Serikat dan Australia jelas telah
merusak kemitraan strategis dengan Indonesia sebagai sesama negara
penganut sistem demokrasi," kata SBY.
Presiden RI itu juga
menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang
terkesan meremehkan isu penyadapan terhadap Indonesia tanpa menunjukkan
rasa penyesalan. Padahal sejak kabar penyadapan oleh AS dan Australia
itu muncul, Indonesia telah menyatakan protes keras.
Oleh sebab
itu, kata SBY, pemerintah dan Kementerian Luar Negeri RI mengambil
langkah diplomatik dengan menarik duta besarnya dari Australia.
Dubes
RI dipanggil pulang ke Indonesia sembari pemerintah RI menuntut
klarifikasi dari Australia dan Amerika Serikat. "Indonesia menuntut
Australia memberikan jawaban resmi yang dapat dipahami publik terkait
isu penyadapan terhadap Indonesia," kata SBY.
Indonesia juga akan
meninjau ulang sejumlah agenda kerjasama bilateral dengan Australia
sebagai konsekuensi atas tindakan menyakitkan yang dilakukan oleh
Australia.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar