Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan memang banyak meninggalkan
jejak-jejak sejarah yang masih sulit diungkap. Masa kejayaan kota itu
saat bendera Belanda disobek warna merahnya oleh arek arek Suroboyo di
atas gedung Hotel Yamato. Tetapi, masih banyak sejarah menarik yang
membuat para sejarahwan pun menduga-duga.
Salah satu kematian
Jenderal Inggris, yakni Brigjen Mallaby. Kontroversi kematiannya sampai
saat ini masih menjadi teka-teki. Dalam buku 'Pertempuran Surabaya
November 1945' yang ditulis Des Alwi pun masih menduga bahwa Mallaby
tewas karena menjadi korban tembak salah sasaran.
Dalam buku ini,
tewasnya Mallaby akibat salah sasaran berdasarkan kesaksian dari
Muhamad, tokoh pemuda yang ikut masuk ke gedung Internatio untuk
mendinginkan suasana. Di dalam gedung tersebut, Muhamad melihat sendiri
tentara Inggris telah menyiapkan mortir yang diarahkan ke kerumunan
massa yang mengelilingi mobil Mallaby.
Menurut Muhamad, ia
melihat sejumlah mortir di depan jendela yang akan ditembakan ke mobil
yang sedang berhenti di dekat Jembatan Merah. Muhamad sudah menduga
bahwa mortir yang akan ditembakan guna membuat panik rakyat Indonesia
sehingga Mallaby bisa keluar dari mobilnya.
Namun, apa yang
terjadi nyatanya berbeda. Walaupun mortir-mortir itu mampu mengacaukan
kerumunan massa, tidak berselang lama mobil yang dinaiki Mallaby juga
meledak. Hal ini membuat kerusuhan semakin menjadi parah.
Pada
akhirnya, jenazah Mallaby yang hangus terbakar dikembalikan kepada
pasukan Inggris seminggu kemudian. Pasukan Inggris mengubur jenazah
Mallaby di kawasan Tandjung Perak. Dalam buku juga diungkapkan para
pasukan Inggris tampaknya tidak sempat mengecek kebenaran tentang mayat
Mallaby karena peperangan segera berkobar.
Tewasnya Mallaby
membuat Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang
mengecam bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus
melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan
menyerahkan diri. Tidak hanya itu, melalui kebijakan konyolnya, ia
menyuruh setiap orang yang menyerahkan senjata harus mengangkat tangan
di atas.
Batas ultimatum adalah pukul 06.00, tanggal 10 November
1945. Karena arek-arek Surabaya tidak mau menaati ultimatum tersebut,
maka meletuslah pertempuran Surabaya 10 November 1945.
Lalu,
jenderal Inggris kedua yang juga tewas di tangan 'arek-arek Suroboyo'
saat itu ialah Brigjen Robert Guy Loder Symonds. Dirinya merupakan
Komandan Detasemen Artileri Pasukan Inggris di Surabaya.
Tewasnya
jenderal Inggris ini karena diberondong senjata antipesawat udara yang
diawaki oleh Goemoen, dari kesatuan BPRS (Barisan Pemberontak Rakjat
Soerabaja). Morokrembangan yang dulunya ada sebuah lapangan terbang
telah menjadi saksi kegigihan para pejuang Indonesia untuk menjatuhkan
pesawat yang dinaiki Jenderal Robert Loder-Symonds.
Kedua
jenderal Inggris yang tewas di Surabaya ini kini dimakamkan di di
Commonwealth War Cemetary, Menteng Pulo, Jakarta. Khusus untuk Mallaby,
walaupun sempat dikuburkan di Tandjung Perak, jasadnya pernah
dipindahkan ke pemakaman Kembang Kuning Surabaya. Setelah beberapa
bulan, baru dimakamkan di Commonwealth War Cemetary, hingga saat ini.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar