"Penyadapan perdana menteri dan menteri pertahanan Israel tidak sah dan tidak bisa kami terima," kata juru bicara Menteri Intelijen Yuval Steinitz, seperti diberitakan CNN, Minggu 22 Desember 2013.
Sebelumnya Jumat pekan lalu, tiga media internasional, The Guardian, The New York Times, dan Der Spiegel,
melaporkan bocoran dokumen terbaru dari Edward Snowden. Dalam dokumen
tersebut dikatakan, intelijen AS bekerja sama dengan Inggris menyadap
email lebih dari 1.000 organisasi dan individu dari markas mereka di
Inggris.
Menurut koran Jerman Der Spiegel, setidaknya ada empat individu yang disebutkan dalam dokumen tahun 2009 tersebut, salah satunya adalah perdana menteri Israel kala itu Ehud Olmert.
Israel mengaku kecewa atas munculnya dokumen tersebut. Mereka mengatakan, kedua negara telah memiliki kerja sama intelijen sendiri.
Menurut koran Jerman Der Spiegel, setidaknya ada empat individu yang disebutkan dalam dokumen tahun 2009 tersebut, salah satunya adalah perdana menteri Israel kala itu Ehud Olmert.
Israel mengaku kecewa atas munculnya dokumen tersebut. Mereka mengatakan, kedua negara telah memiliki kerja sama intelijen sendiri.
"Ada aliansi intelijen
antara AS dan Israel di tingkat yang tidak pernah ada sebelumnya, dan
kami berbagi material intelijen yang sangat sensitif," kata Steinitz
lagi.
Hubungan kedua negara sebelumnya juga sempat tegang akibat masalah mata-mata. Tahun 1985, seorang mantan analis intelijen Amerika Serikat, Jonathan Pollard, kedapatan mengirimkan dokumen rahasia AS pada Israel. Akhirnya tahun 1987, Pollard yang berkewarganegaraan ganda, AS dan Israel, divonis seumur hidup.
Israel membantahnya dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah memata-matai AS. Namun sejak vonis tersebut, para pemimpin Israel gencar melobi presiden AS untuk pembebasan Pollard.
Perdana Menteri Benjamin
Netanyahu mengatakan bahwa mereka tidak akan memanfaatkan bocoran NSA
kali ini sebagai daya tawar atas pembebasan Pollard. Hubungan kedua negara sebelumnya juga sempat tegang akibat masalah mata-mata. Tahun 1985, seorang mantan analis intelijen Amerika Serikat, Jonathan Pollard, kedapatan mengirimkan dokumen rahasia AS pada Israel. Akhirnya tahun 1987, Pollard yang berkewarganegaraan ganda, AS dan Israel, divonis seumur hidup.
Israel membantahnya dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah memata-matai AS. Namun sejak vonis tersebut, para pemimpin Israel gencar melobi presiden AS untuk pembebasan Pollard.
"Kami tidak perlu peristiwa khusus untuk mendiskusikan pembebasan Pollard. Kami tengah mengusahakannya, dengan semua presiden AS, termasuk Presiden Obama, setiap waktu, termasuk sekarang," kata Netanyahu.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar