Soal penghentian kerja
sama patroli perbatasan sejak September lalu, Kepala Dinas Penerangan
TNI Angkatan Laut (AL) Untung Suropati, memang membenarkannya. Namun
soal tidak dicegatnya kapal-kapal imigran gelap, dia membantahnya.
Menurutnya, tim patroli TNI tidak melihat ada kapal yang melintas.
"Tidak dicegat ini bukan
berarti kami tidak bekerja. Tetapi karena TNI AL memang tidak melihat
ada perahu pencari suaka yang melintas," kata Untung saat dihubungi VIVAnews, Rabu 18 Desember 2013.
Sebelumnya di laman The Australian disebutkan, dalam dua pekan terakhir ada lima kapal imigran gelap yang masuk ke Australia. Jumlah ini meningkat dari dua pekan sebelumnya yang hanya lima kapal.
Untung mengatakan, kemungkinan kapal-kapal ini tidak melalui perairan Indonesia. Pasalnya patroli Indonesia sangat ketat pemantauannya, sulit mencari celah untuk lolos dari pengawasan TNI AL.
"Bisa saja para pencari suaka ini ditangkap di perairan Australia. Mereka kan tidak pernah tahu imigran gelap ini menyeberang dari mana. Tahu-tahu sudah ada di tengah laut. Perkiraan saya, di sana mereka ditangkap oleh pasukan patroli Australia," papar Untung.
Jika lewat perairan Indonesia, kebanyakan para pencari suaka ini tertangkap saat TNI AL menggelar operasi Rakata Jaya.
"Nah, karena mereka biasanya selalu tertangkap saat operasi ini, bisa saja para pencari suaka kemudian mengubah modusnya. Mereka menggunakan jalur darat dulu baru kemudian menyeberang melalui laut ke Australia dan mencari jalur yang banyak celahnya," kata dia.
Bukan Satu-satunya Prioritas
Namun, Untung menegaskan kendati kerjasama patroli perbatasan kedua negara dihentikan, operasi patroli tetap berjalan seperti biasa. Dalam kesempatan itu, dia juga menggarisbawahi isu penangkapan pencari suaka bukan menjadi satu-satunya prioritas dari TNI AL.
"TNI AL itu tidak pernah membuat prioritas suatu kebijakan. Semua aksi pelanggaran di atas laut dianggap sebagai pelanggaran hukum. Imigran gelap ini hanya termasuk salah satunya saja. Semua itu menjadi tugas dan tanggung jawab TNI AL," kata dia lagi.
Mereka yang tertangkap itu, ujar Untung, ada yang dibawa ke imigrasi, polisi atau basarnas. Untung menyebut dalam sekali operasi, TNI AL tidak bertindak sendiri, melainkan menjadi satu tim.
Sebelumnya di laman The Australian disebutkan, dalam dua pekan terakhir ada lima kapal imigran gelap yang masuk ke Australia. Jumlah ini meningkat dari dua pekan sebelumnya yang hanya lima kapal.
Untung mengatakan, kemungkinan kapal-kapal ini tidak melalui perairan Indonesia. Pasalnya patroli Indonesia sangat ketat pemantauannya, sulit mencari celah untuk lolos dari pengawasan TNI AL.
"Bisa saja para pencari suaka ini ditangkap di perairan Australia. Mereka kan tidak pernah tahu imigran gelap ini menyeberang dari mana. Tahu-tahu sudah ada di tengah laut. Perkiraan saya, di sana mereka ditangkap oleh pasukan patroli Australia," papar Untung.
Jika lewat perairan Indonesia, kebanyakan para pencari suaka ini tertangkap saat TNI AL menggelar operasi Rakata Jaya.
"Nah, karena mereka biasanya selalu tertangkap saat operasi ini, bisa saja para pencari suaka kemudian mengubah modusnya. Mereka menggunakan jalur darat dulu baru kemudian menyeberang melalui laut ke Australia dan mencari jalur yang banyak celahnya," kata dia.
Bukan Satu-satunya Prioritas
Namun, Untung menegaskan kendati kerjasama patroli perbatasan kedua negara dihentikan, operasi patroli tetap berjalan seperti biasa. Dalam kesempatan itu, dia juga menggarisbawahi isu penangkapan pencari suaka bukan menjadi satu-satunya prioritas dari TNI AL.
"TNI AL itu tidak pernah membuat prioritas suatu kebijakan. Semua aksi pelanggaran di atas laut dianggap sebagai pelanggaran hukum. Imigran gelap ini hanya termasuk salah satunya saja. Semua itu menjadi tugas dan tanggung jawab TNI AL," kata dia lagi.
Mereka yang tertangkap itu, ujar Untung, ada yang dibawa ke imigrasi, polisi atau basarnas. Untung menyebut dalam sekali operasi, TNI AL tidak bertindak sendiri, melainkan menjadi satu tim.
Dari data yang dirilis
TNI AL, dari periode patroli yang diadakan Januari sampai Oktober 2013,
imigran gelap terbanyak berasal dari Sri Lanka yakni 149 orang, disusul
Iran yaitu 122 orang.
Sebelumnya laman The Australian menyebut Perdana Menteri Tony Abbott menyalahkan Indonesia lantaran membekukan kerja sama penanggulangan pencari suaka. Buntut dari penghentian kerjasama itu lantas dimanfaatkan oleh para pencari suaka untuk kembali menyeberang ke Benua Kanguru.
Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison kepada media pada akhir November lalu mengakui terjadi penurunan jumlah imigran gelap secara drastis. November 2012 tahun lalu, terdapat 43 perahu berisikan 2.630 orang yang mencoba masuk ke Negeri Kangguru.
Bandingkan dengan periode yang sama tahun ini. Tercatat hanya empat perahu imigran berisikan 198 orang yang masuk ke Australia dan berhasil dicegat.
Sebelumnya laman The Australian menyebut Perdana Menteri Tony Abbott menyalahkan Indonesia lantaran membekukan kerja sama penanggulangan pencari suaka. Buntut dari penghentian kerjasama itu lantas dimanfaatkan oleh para pencari suaka untuk kembali menyeberang ke Benua Kanguru.
Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison kepada media pada akhir November lalu mengakui terjadi penurunan jumlah imigran gelap secara drastis. November 2012 tahun lalu, terdapat 43 perahu berisikan 2.630 orang yang mencoba masuk ke Negeri Kangguru.
Bandingkan dengan periode yang sama tahun ini. Tercatat hanya empat perahu imigran berisikan 198 orang yang masuk ke Australia dan berhasil dicegat.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar