tragedi pembantaian Talangsari, Lampung & pembunuhan aktivis HAM Munir. Fakta ini terungkap melalui rilis berita detik.
AM Hendro Priono yang menjadi Ketua Timses Capres Jokowi adalah dalang tragedi pembantaian Talangsari, Lampung & pembunuhan aktivis HAM Munir dan ini lupa dari serangan Jasmev & Jokowers selalu teriak pelanggaran HAM, ketika isu Hendro Priono dalam kasus Tragedi Talangsari Lampung di bahas para Jasmev & Jokowers diam membisu tidak ada yg berani memberi komentar.
"Mengenai perintah tembak di tempat bagaimana Pak?" tanya wartawan. "Saya tidak tahu karena yang bertanggung jawab di lapangan itu Danrem yakni Pak Hendro. Pak Hendro seharusnya datang hari ini untuk memberikan keterangan. Tetapi saya tidak tahu," tandasnya.
Jakarta - Sudah belasan tahun kasus Talangsari berlalu. Kini satu per satu pihak yang terkait kasus itu diperiksa Komnas HAM. Selama 2,5 jam, mantan Menkopolkam Sudomo diperiksa Komnas HAM.
Dalam pemeriksaan itu, Sudomo mengaku tidak mengetahui pasti yang terjadi di lapangan. Saat itu yang bertanggung jawab di lapangan adalah Komandan Korem yang dijabat Hendropriyono.
"Yang mengetahui itu Koramil, Korem, Kodam, KSAD, dan Panglima. Itu urutan pertanggungjawabannya, bukan hanya di sini (pusat) tapi di sana (daerah). Yang pertama tahu Korem. Saya sifatnya berkoordinasi sebagai Menkopolkam," ujar Sudomo.
Hal itu dia sampaikan usai diperiksa oleh dua orang komisioner Komnas HAM Yoseph Adi Prasetyo dan Supriadi di Komnas HAM, Jl Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2008).
Sudomo mengatakan, dia dimintai keterangan untuk menjelaskan peristiwa kasus Talangsari yang terjadi pada tahun 1989. Saat itu ada sebuah pondok pesantren yang menempati hutan lindung di wilayah Talangsari, Lampung.
"Korem saat itu dijabat Hendropriyono. Dia yang mengecek ke sana. Saat itu warga menolak dan ada anggota yang dibacok. Jadi ada miss understanding dengan warga karena kita ingin melakukan sosialiasi dan mengetahui latar belakang, lantas ada peristiwa itu (pembataian)," ujar mantan KSAL ini.
Menurut Sudomo, kasus Talangsari dibuka kembali mungkin karena ada tuntutan dari korban atau untuk mencari data. Saat peristiwa itu terjadi tidak langsung dibentuk tim investigasi untuk melakukan tindakan. Hal itulah yang menjadi kesulitan.
Bahkan Riyanto,
saksi hidup dan pelaku tragedi pembantaian Talangsari angkat bicara
soal fakta yang terus dilestarikan demi kepentingan penguasa.
Seolah-olah Komnas HAM –dan juga
Kontras– memang sengaja ingin terus menghidup-hidupkan citra buruk
tentang Islam, bahwa Islam selalu dekat dengan radikalisme.
Seolah-olah Komnas HAM –dan juga Kontras– memang sengaja ingin terus menghidup-hidupkan citra buruk tentang Islam, bahwa Islam selalu dekat dengan radikalisme.
Seolah-olah Komnas HAM –dan juga
Kontras– selalu ingin menjaga ingatan masyarakat tentang radikalisme
yang kami lakukan atas nama agama di masa lalu tetap hidup hingga kini.
Bila Komnas HAM –dan juga Kontras–
bersikap demikian, maka jangan heran bila ada sebagian dari umat Islam
yang merasa terusik dengan sikap Komnas HAM dan Kontras. Bahkan, jangan
heran bila ada sebagian umat Islam yang justru memposisikan Komnas HAM
–dan juga Kontras– sebagai lembaga yang mengidap Islamophobia,
karena dianggap suka menghidup-hidupkan kasus masa lalu kami tentunya
dalam rangka memberi stigma negatif terhadap Islam dan umat Islam secara
keseluruhan.
Sebagai pelaku, kami menyadari bahwa apa
yang kami lakukan saat itu telah melukai umat Islam pada umumnya. Kami
hanyalah sebagian kecil saja dari umat Islam Indonesia yang banyak
(ratusan juta orang).
Namun karena ulah yang segelintir ini
umat Islam pada umumnya menjadi ikut ternoda. Apakah noda (stigma) ini
yang sedang dihidup-hdupkan oleh Komnas HAM?
Selengkapnya tentang kronologis TRAGEDI TALANGSARI lihat disini. [detik/jabir/voa-islam.com][Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar