Pernyataan Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki bahwa Karbala, salah
satu tempat suci bagi kaum Syiah, harus menjadi kiblat, arah yang dituju
saat seorang muslim mendirikan salat, telah menimbulkan kontroversi di
kalangan ulama Islam.
"Karbala harus menjadi kiblat dunia Islam karena Imam Hussein (cucu
kedua Nabi Muhammad dan tokoh penting dalam ajaran Syiah) dimakamkan di
sana," kata Maliki pada pekan ini, yang dilaporkan media Irak kemarin,
seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Sabtu (28/12).
Beberapa ulama Saudi menggambarkan pernyataan Maliki sebagai hasutan
untuk menciptakan perselisihan dan seruan untuk memecah belah kaum
muslim.
"Masalah ini sudah disepakati oleh semua ulama, baik Syiah dan Sunni.
Mereka semua setuju bahwa kiblat adalah Kabah," ujar Nasser al-Honeini,
profesor agama dan pengawas umum di Pusat Pemikiran Kontemporer di Arab
Saudi.
Honeini menambahkan bahwa pernyataan Maliki mendistorsi Islam karena
ajaran Islam tidak mengajarkan bahwa kaum muslim harus salat ke arah
makam.
Khaled al-Mosleh, profesor hukum di Universitas Qassim Arab Saudi,
menggambarkan pernyataan Maliki itu sebagai 'omong kosong' dan tidak
sesuai dengan hukum syariah Islam.
"Fakta bahwa pernyataan seperti itu dibuat oleh orang penting
layaknya perdana menteri Irak adalah sebuah bencana mengingat dia adalah
seorang yang berpendidikan. Jika dia membuat pernyataan semacam itu,
apa yang bisa kita harapkan dari orang-orang yang tidak berpendidikan?"
ucap Mosleh kepada Al Arabiya.
Maliki, seorang penganut Syiah dan memiliki hubungan dekat dengan Iran, kerap dituduh mempromosikan agenda sektarian di Irak.
Ketika Maliki mengunjungi Amerika Serikat pada Oktober lalu, beberapa
Senator Negeri Adikuasa itu mengirimkan surat kepada Presiden Barack
Obama, di mana mereka menuduh Maliki mendukung Syiah atas Sunni di
negaranya.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar