Twit kontroversial itu pun ditanggapi negatif oleh publik Australia. Dalam jajak pendapat harian Sydney Morning Herald (SMH), 21 November 2013, sebanyak 90 persen pembaca SMH meminta Textor ditendang secepatnya dari Partai Liberal. Sementara 10 persen pembaca lainnya berpendapat Textor sebaiknya dipertahankan di dalam Partai Liberal.
SMH berhasil mengumpulkan 10.351 suara responden dalam jajak pendapat soal Textor yang ditutup pada Kamis kemarin. Namun SMH mengingatkan bahwa survei yang mereka lakukan tidak menggambarkan suara warga Australia secara keseluruhan.
Ulah Textor di tengah kekisruhan diplomatik antara Indonesia dan Australia tak pelak makin membuat pusing Perdana Menteri Tony Abbott. Menurut seorang sumber senior dari Partai Liberal, Textor kini diperintahkan untuk tak banyak berulah dan tutup mulut.
Australia menganggap hubungan bilateralnya dengan RI saat ini sama gawatnya dengan ketika isu Timor Timur menyeruak pada tahun 1999. Akibat spionase yang dilakukan Badan Intelijen Australia (DSD), posisi Abbott makin terjepit. Tekanan bertubi-tubi datang kepadanya agar dia segera meminta maaf kepada pemerintah Indonesia.
Textor yang menambah kekisruhan itu pun sudah menghapus kicauannya yang bernada menghina di Twitter. Ia bahkan meminta maaf lewat media sosial yang sama. Dalam kicauan yang ditulis kemarin, Textor mengatakan tidak bermaksud menghina Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono atau Menlu Marty Natalegawa.
“Kicauan saya tidak ditujukan kepada individu tertentu,” ujar Textor kepada stasiun berita Australia, ABC. Ia lantas menulis di Twitter-nya, “Maaf dari saya kepada Indonesia. Twitter memang bukan tempat untuk berdiplomasi.”
Menlu RI sendiri santai saja mendengar hinaan itu. Menurut Marty, komentar Textor tidak berbobot sehingga tidak perlu ditanggapi. “Itu sudah mencerminkan betapa dia putus asa,” kata Marty di Jakarta.
[Sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar