Kamis, 14 November 2013

Motif hacker, dari popularitas sampai ekonomi

Seorang mantan hacker berhasil dihubungi merdeka.com, mengeluhkan seputar dunia hacking saat ini yang kebanyakan bermotif ingin mencari popularitas dan eksistensi dengan hanya mengandalkan tools saja.

"Itu bukan hacker tapi lamer, obsesinya nama jadi tenar, diakui sebagai kampiun, masuk media dan dipuja puji karena dianggap heroik, kalau ketangkap langsung berharap bisa direkrut atau dikasih beasiswa karena dianggap potensial," ujarnya kepada merdeka.com, Rabu (13/11).

Hacker zaman dulu, tambahnya, sangat jarang yang memiliki motif popularitas. Zaman dulu belum dikenal pentest. Hacker meng-hack sistem sendiri untuk menemukan vulnerability, mengenali kelemahannya dan berusaha terus memperbaiki dan memproteksinya.

"Bukan mengganggu, merusak sistem orang lain atau membantu teman-teman untuk menguji sistem yang mereka urusi," tuturnya.

Hacker zaman dulu juga jago menjebol password, mengakses sistem lewat backdoor, eksploitasi vulnerability, menjatuhkan sistem, menyusup ke jaringan, merubah dns dan routing, mengakali billing, memodifikasi program dan teknologi untuk tujuan yang berbeda misalnya WiFi buat scanning dan sebagainya.

"Tujuannya yang beda kalau kita dulu hobi, memecahkan masalah, membantu mencari solusi misalnya membangun jaringan yang terjangkau, bikin dial up leased line, rt/rw net, antena kaleng bahkan berguna ketika kondisi darurat bencana macam Aceh, Nias, Yogyakarta, dan lainnya," katanya.

Mendayagunakan sistem usang sehingga tetap optimal, bikin akses internet yang illegal di depan hukum negara tapi bukan hasil mencuri atau merusak serta jadi solusi akses di rural area. Hacker zaman dulu juga getol membuat aplikasi monitoring serta deteksi dini sendiri.

Kalau motifnya ekonomi, tergantung profesinya apa, kalau yang umum di sini kebanyakan jual beli barang tidak resmi atau yang illegal, dan sebagian yang lain menyediakan jasa.

"Ada juga yang menyewakan rekening atau kurir/penghubung serta jasa politik, seperti ghost follower twitter, facebook atau generate traffic buat pencitraan," tuturnya.

Kalau mencuri saldo tabungan orang lain, memang beberapa waktu yang lalu populer di Malang, yang mana setiap rekening cukup diambil Rp 100, tapi karena nasabahnya banyak, hasilnya juga bisa jutaan.

"Sekarang hacker maling duit kurang popular, kalau sama nasabah bank biasanya sih nipu bukan take over account. Carder sekarang juga buat sekali pakai aja misalnya buat beli jaringan botnet," ujarnya.

Yang banyak saat ini, tambahnya, bisnis hal urusan pilkada, pencitraan, persaingan bisnis bisa puluhan juta tarif harian sekali proyek, minimal 10 jutaan buat akses halaman depan web lawan pilkada.


[Sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar